Sabtu, 25 Agustus 2012
Berlayar dari Kota Lain
Aku keluar dari ruang dimana aku biasa sembunyi.
Kembali menjelajah hati yang tak tahu dimana sebenarnya ingin menepi.
Perjalanan hanya menimbulkan dialog dengan diri sendiri. Memang ini tujuanku hingga ada di sini.
2 kota, 2 provinsi, sejauh ini aku mengetes ada yang salah dengan cara kerja logikaku.
Tolong kaji ulang untuk apa aku memulai semua mimpi dari kota dimana aku pernah memuja kota itu.
Lalu Tuhan berikanku kesempatan untuk menghirup aromanya setiap pagi, menapaki jalan yang hingga kini dapat aku hafal tanpa bantuan peta apapun lagi.
Katanya dulu aku ingin menjadi penjelajah di kota itu, Penjelajah untuk mimpi mimpiku.
Yang ada aku tersesat. Terlalu menikmati tiap jejak yang aku ukir sendiri, bertemu dengan orang orang yang mengaburkan orientasi keberadaan asalku di sana.
Mimpiku masih jauh dari genggamanku, aku tahu hanya aku yang dapat mengendalikannya.
Mimpiku ada juga dengan orang yang aku harap kehadirannya, tapi itu di luar jangkauanku, lebih jauh dari yang aku kira.
Sekarang aku ada di kota lain, kembali mencoba menemukan jalan pulang menemui diriku yang dulu.
Yang tidak terikat dengan perasaan abstrak manusia lain di luar diriku sendiri.
Aku punya hidupku yang masih memerlukan banyak pengorbanan, dan berkorban untuk sesuatu yang jauh dari kendaliku tidak masuk dalam daftar hitungan.
Hati terlalu banyak mengeja ketidakpastian hidup, untuk apa aku kembali menambahnya dengan ketidakpastian lain yang ditawarkan.
Jika mau kemarilah, kita berjalan bersama menjemput mimpi kita masing masing.
Tidak untuk saling menjatuhkan, karena aku tau, kau pun punya ingin sederhana yang hendak diwujudkan.
"Bahasamu terlalu banyak berfilsafat, ndah"
Ah mungkin kamu saja yang belum bisa mengerti arah pikirku, logikaku, caraku mencerna hidup, menikmatinya lalu aku ceritakan padamu.
Atau bisa jadi memang bahasa kita yang berbeda arah, aku ingin menyelesaikan tapi kamu bilang ini merumitkan.
Dan sayangnya aku malah menikmati kerumitan ini, melihatmu dari sini, dengan dramamu, naskah yang kau eja terbata, lalu tertampil tanpa cela.
Senyumku tertahan untuk bahagia semu yang kau cipta.
Bahagiaku sederhana, tidak perlu naskah yang harus disiapkan lalu dipentaskan untuk ditonton orang.
Kita lihat mentari esok pagi, sinarnya tertangkap lensa kameraku saja aku sudah senang dan dengan bangga pasti aku tunjukkan itu padamu. Aku akan bilang "Aku mengejar cahaya"
Pagi tadi aku mendengar debur ombak, buihnya yang pecah menyejukkan pendengaranku yang tadinya hanya dipenuhi omong kosong.
Aku juga merasa berkas mentari memelukku hangat, melekaskan rindu yang tertahan pada jiwa yang lama menghilang.
Hidup membawaku pada fragmen ini. Melayarkanku kembali untuk pergi menjauh dari keberadaanku yang di dalamnya ada kamu.
Tujuanku kini satu, menemukanku yang hidup kembali tanpa harus ada kamu, cukup dengan semua mimpiku saja.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar