Author

Selasa, 05 Maret 2013

Bahasa Alam


Aku pernah merasa bahwa bahasa manusia memang awalnya sama dengan alam ini.
Ia diciptakan hanya untuk beribadah, memuji sang Penciptanya. Sama seperti hewan, tumbuhan, semesta. Tapi manusia ada di dunia untuk misi yang jauh lebih hebat melebihi alam sekitarnya, dengan akalnya.
Kepercayaan ini semakin meningkat setelah nonton Rectoverso karya Dee.
Di cuplikan film 'Firasat' ada makna tersirat yang ingin disampaikan, bahwa pada awalnya manusia ini memang sama dengan alam. Ia pernah berbicara bahasa alam.
Alam bahkan dapat menyampaikan pesan yang tidak bisa ditangkap langsung oleh indra manusia biasa. 
Apa yang menyebabkannya tidak dapat berkomunikasi dengan alam ini adalah, karena ketika ia tumbuh semakin dewasa, ia diajarkan bahasa manusia. dan lupa akan bahasa alamnya.
Itu mungkin yang disebut Firasat.

Sekarang aku ingin belajar kembali bahasa alam itu.
Karena bahasa manusia terlalu penuh metafora yang bahkan tak bisa dicerna indra paling hebat kecuali dengan metafora serupa, yang mengaburkan arti. yang lebih banyak tidak kumengerti.
entah karena terlalu dangkal maknanya atau terlalu tinggi mengartikannya.
aku mencoba banyak berkomunikasi dengan langit yang luas saat udara pengap bis kota membuat fikiran menyempit dan keluhan demi keluhan mengalir deras. 
Senyum menjadi hal langka yang dapat ditemukan di wajah manusia manusia di dalamnya.
Aku meminta hujan sedikit bersabar ketika langit mulai menggelap dan aku harus segera berlari menuju kenyamanan sebuah rumah yang harus ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 10 menit dari tempat berhentinya angkutan umum yang membawaku pulang.
Memintanya bersabar sebentar dan baru turun ketika aku tepat menginjakkan kaki di gerbang yang sudah terpayungi atap.
Hujan yang langsung deras, tidak titik titik kecil yang datang sebentar sebentar. seperti ia  telah menunggu beberapa saat dan menahan guyuran yang seharusnya dimuntahkan sedari tadi, menunggu sampai aku berasa di tempat yang aman
Entah perasaanku saja atau memang keberuntungan, 2 kali aku mencoba melakukan hal serupa, dan 2 kali pula langit seperti mendengar dan mengabulkan inginku.
Allah yang mengaturnya, mengatur indraku agar lebih berfungsi melebihi yang biasa aku gunakan.
Menggunakan hatiku tidak untuk mengeluhkan segala kesulitan yang kuhadapi tapi coba dinikmati dan disyukuri karena ada lebih banyak orang yang merasakan kesulitan yang jauh lebih berat daripada ini tapi hati mereka masih mampu tersenyum, berbagi kebaikan pada alam sekitarnya.
dan karena juga ujian dalam bentuk kesulitan lebih memudahkan manusia untuk lebih mendekati penciptanya daripada ujian dalam bentuk kesenangan yang lebih mudah membuat manusia melupakan penciptanya.
Sekarang aku merasa pasrah atas apapun yang terjadi. Aku bagian dari semesta. Bukan aku untuk diriku sendiri. Aku hidup hari ini. Hari yang mungkin akan jadi hari terakhirku.
Melakukan apapun hal terbaik yang aku bisa. Menikmati sesulit apapun kesulitan yang dihadapi.
Pada akhirnya aku akan kembali juga ke pelukan alam.
Apa yang ditakutkan??

Ada hari dimana aku memperjuangkan sesuatu dan ternyata hal itu memang bukan untuk jadi milikku.
Ada hari dimana aku merasa gagal dan mengakhiri hidup menjadi pilihan yang terlihat paling baik saat itu.
Ada hari dimana aku kecewa pada manusia yang diharapkan padahal manusia itu memang bukan mahluk yang pantas aku perjuangkan apalagi aku gantungkan harapan. 
Ada hari saat aku sadar semua kebodohan di atas yang telah aku lakukan hanya membuang waktu hidupku yang harusnya lebih berarti dan bisa aku gunakan lebih baik lagi.
Ada hari aku ingin membayar semua itu dengan pengorbanan yang tidak akan aku sesali apapun hasilnya nanti. Tapi setidaknya aku telah berjuang untuk membayar semua kebodohan itu.
Jika akhirnya kita semua akan mati, kenapa kita tidak berjuang dulu mati matian?

Jika manusia yang jadi tempat berharap, maka hanya kekecewaan yang akhirnya akan di dapat.
Tapi jika Allah yang jadi tempat berharap, Allah tak akan mengecewakan manusia yang berharap pada tempatnya, pada-Nya.
Yang aku percaya, saat aku mengucapkan doa, hanya 3 jawaban yang Allah kasih. Ya, tidak sekarang, ada yang lebih baik.
Dan semakin aku percaya. Ada yang lebih baik yang tengah Ia siapkan untuk seisi masa depan yang tengah kuperjuangkan sekarang.

Aku pun merasa, semesta mendukungku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar