Cintai orang yang mencintaimu sepenuhnya, dengan sepenuhnya
pula.
Jika belum mampu, masih banyak waktu untuk belajar, jangan
lari, tak ada tempat ternyaman selain ada bersama orang yang menyayangimu lebih
dari kau tau bahkan tanpa kamu sadari lebih dulu.
Tak peduli kamu pernah mencintai orang lain selain ia.
Tak peduli kamu pernah memikirkan orang lain yang kamu pikir
lebih baik dari dia.
Tak peduli pikiranmu ada bersama orang lain saat ia penuh
ada bersamamu. Ada ataupun tidak wujudmu, ia akan selalu membawamu.
Tak peduli ceritamu adalah tentang orang lain, bukan tentang
dia.
Tak peduli bahwa kau kadang tak peduli padanya yang selalu
amat peduli pada setiap kata yang kau ceritakan (dan itu bukan sedikitpun tentang
dia).
Karena untuknya, kamu adalah dunianya.
Karena untuknya, sudah mencintaimu pun anugerah yang ia
punya.
Terlebih bisa
menghabiskan waktu denganmu. Pasti syukurnya tak terkira.
Ada yang mencintaimu seperti cara itu? Jangan lepaskan, belajarlah
untuk mensyukuri hadiah yang kau terima
dariNya.
Kelak ketika senjamu telah tiba, yang kau perlukan bukan
fisik yang menawan, harta yang ingin membuat orang terkesan, atau kebahagiaan
semu menurut standar orang orang.
Kau dan ia cukup menghabiskan waktu berdua, menikmati masa
yang mungkin tidak lagi lama.
Kau dan ia, dengan secangkir teh di pagi hari, atau coklat
hangat di sore hari, bercerita tentang waktu yang telah dihabiskan bersama,
sedih bersama, senang bersama, berbagi hari yang sama, cerita yang mungkin saja
berbeda tapi telah dicicipi bersama.
Kau dan ia, dengan sebundel cerita kehidupan, menjejaki
kembali masa demi masa. Seperti film usang yang kembali diputar secara ekslusif,
karena bioskop tentu saja tak akan menayangkannya.
Didengarkan cucu yang selalu
menanti kelanjutannya bagai dongeng rakyat yang wajib menjadi bacaan turun
temurun nantinya.
Tentang pertemuan pertama, kata kata pertama, segala yang
terasa pertama dan layak untuk dirayakan bersama. Sampai datanglah hari pernikahan,
anak anak, cucu, dan hari itu. Hari di mana semua ini akan diceritakan kembali.
Mungkin kau yang akan melupakannya lebih dulu nanti, bukan
karena ingin lupa, tapi karena hukum alam yang membuatnya. Tapi percayalah ia
akan tetap sabar mengingatkanmu siapa ia dan tak lelah memberi tahumu apapun
yang kau lupa.
Memastikanmu tertidur lebih dulu agar ia bisa menikmati kamu
yang tengah lelap, berharap ada ia di mimpimu, jika saja di nyatamu wujudnya
tak termasuk hitungan yang terpenting lagi untukmu. Atau hanya sekedar ingin
bisa memberimu bagian selimut hangat yang cukup sebelum ia memakai sisa
bagiannya.
Hingga saatnya tiba, kalian tinggal menunggu siapa yang
lebih dulu mengucapkan kata perpisahan, bukan karena orang ketiga atau alasan
dunia lainnya.
Jika ternyata kaulah yang lebih dulu meninggalkannya,
percayalah ia tak akan bisa menggantikanmu dengan yang lainnya. Merasakanmu tetap
ada bersamanya, menghabiskan pagi dan sore di tempat yang sama seperti denganmu
saat kau masih ada, menceritakan kisah yang sama pada keturunanmu, tetap
menyisakan tempat untuk tidurmu disampingnya.
Tapi bisakah kau bayangkan jika saja ia yang pergi lebih dulu dan
meninggalkanmu dengan penyesalan karena sadar, caramu mencintainya tidak
sebesar caranya padamu.
*untuk kamu, terimakasih memberiku cinta tanpa syarat.